OYK Efektif Tekan Masalah Kependudukan
Sebagai ibu kota negara, DKI Jakarta tentu memiliki daya tarik tersendiri baik dilihat dari sisi jasa, bisnis, perindustrian, maupun hiburan yang mungkin tidak dimiliki daerah lainnya di Indonesia. Sehingga kota Jakarta dari tahun ke tahun selalu saja menjadi kota tujuan favorit bagi kaum urban yang ingin mengubah nasib dengan memperoleh pekerjaan di ibu kota. Akibatnya, setiap tahun, Jakarta selalu diserbu para pendatang baru yang tergiur melihat kesuksesan warga Jakarta yang kembali ke kampung halamannya saat merayakan hari Lebaran.
Sayangnya, banyak kaum urban yang datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan tidak dilengkapi dengan keterampilan kerja atau keahlian khusus dan pengalaman kerja yang cukup lama serta tingkat pendidikan yang baik. Pada umumnya, mereka datang dengan keterampilan yang terbatas, tanpa pengalaman kerja dan tingkat pendidikan yang rendah. Boleh dibilang, dengan modal nekat dan untung-untungan mereka datang ke ibu kota.
Akibatnya, kaum urban yang seperti itu menjadi terpinggirkan, berakhir di jalanan. Menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), seperti pengamen, gelandangan, pengemis, pedagang asongan, pekerja seks komersial, pak ogah dan preman. Bahkan ada juga yang menderita gangguan jiwa karena stres tidak berhasil mengubah nasib di ibu kota.
Fenomena seperti inilah yang akhirnya menambah masalah kependudukan dan sosial di Jakarta yang semakin komplek. Beban Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun semakin berat dalam menyelesaikan masalah tersebut, disamping harus menyelesaikan masalah kemacetan, pembenahan transportasi, dan banjir yang terus mendera kota Jakarta.
Jika kedatangan kaum urban ke Jakarta tidak bisa ditekan, maka kemiskinan semakin mencoreng wajah ibu kota. Karena itu, Pemprov DKI Jakarta mencari berbagai upaya untuk menekan jumlah pendatang baru yang datang ke Jakarta. Salah satunya, melakukan kerja sama Urbanisasi Mitra Praja dalam BKSP Jabodetabekpunjur yang telah dikembangkan dengan meluncurkan program PAKET atau Pelayanan Administrasi Kependudukan Terpadu. Di mana setiap daerah secara terkoordinasi melakukan operasi penertiban KTP Ganda di daerah Jabodetabekpunjur. Kerja sama ini dinilai cukup berhasil menekan arus urbanisasi di kawasan Jabodetabekpunjur.
Selain itu, setiap tahunnya Pemprov DKI Jakarta menggelar operasi yustisi kependudukan (OYK). Tujuan OYK ini bukan untuk mengusir warga yang bukan warga Jakarta, melainkan untuk mengingatkan mereka supaya melengkapi kelengkapan persyaratan administrasi kependudukan seperti memiliki KTP DKI Jakarta dan kartu identitas lainnya. Juga mengingatkan warga non Jakarta yang tidak mempunyai keahlian khusus, modal cukup, dan pendidikan tinggi, agar segera pulang ke daerah asalnya.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta, Franky Mangatas Pandjaitan mengatakan, untuk mengantisipasi agar urbanisasi tidak menjadi bom waktu, Pemprov DKI Jakarta terus menggencarkan OYK setiap tahun. Kegiatan ini dilandasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Kegiatan OYK ini, dalam setahun rata-rata digelar sebanyak lima hingga enam kali. Untuk tahun ini, OYK dilaksanakan sebanyak lima putaran. Dalam semester I tahun 2010, telah dilaksanakan OYK sebanyak dua putaran yaitu sebelum dan selama bulan Ramadhan. “Putaran ketiga direncanakan akan dilakukan pada 30 September mendatang. Sedangkan putaran keempat akan dilaksanakan pada bulan Oktober dan putaran terakhir akan dilaksanakan pada November,” ujar Franky kepada beritajakarta.com, Kamis (16/9).
Untuk kegiatan OYK, ungkapnya, telah dialokasikan anggaran dalam APBD DKI 2010 sebesar Rp 100 juta per satu kali putaran. Sehingga untuk lima kali pelaksanaan OYK, dana yang dialokasikan sebanyak Rp 500 juta.
Menurutnya, anggaran ini masih cukup kecil dibandingkan anggaran yang dialokasikan untuk program pengentasan kemiskinan seperti Program Ekonomi Masyarakat Kelurahan (PEMK) yang dianggarkan sebesar Rp 271,5 miliar, pemberdayaan panti-panti sosial dan program lainnya yang membutuhkan dana hingga ratusan miliar.
Gencarnya pelaksanaan OYK setiap tahunnya, dijelaskan Franky, terbukti telah mampu menurunkan jumlah pendatang baru di Jakarta. Berdasarkan data Dinas Dukcapil DKI Jakarta, jumlah pendatang baru pada tahun 2007 mencapai 109.617 orang, menurun 11,9 persen atau sebanyak 14.810 orang. Kemudian pada tahun 2008, jumlah pendatang baru mencapai 88.473 orang, menurun 19,29 persen atau sebanyak 21.144 orang. Dan pada tahun 2009, jumlah pendatang baru mencapai 69.554 orang, menurun 21,38 persen atau sebanyak 18.919 orang. Tahun ini, ditargetkan pula pendatang baru akan menurun yakni sebesar 60 ribu orang.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta, Deded Sukendar, menegaskan, pendatang baru yang datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan tanpa memiliki keterampilan yang mumpuni diprediksi mempunyai peluang tipis untuk mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Selain keterampilan, untuk mendapatkan pekerjaan di Jakarta haruslah mempunyai KTP Jakarta, ijasah minimal sarjana, sertifikat keahlian dan batas usia kerja produktif (25-60). “Selain itu, mereka juga harus punya biaya hidup. Dan orang harus siap dengan. modal tinggi untuk hidup di sini,” kata Deded.
Menurutnya ada dua sektor kerja di Jakarta yaitu sektor kerja formal dan informal. Pada umumnya kaum urban datang ke kota besar untuk mencari pekerjaan di sektor formal yaitu di kantor pemerintahan dan perusahaan swasta lainnya. Untuk melamar kerja sebagai pegawai di kantor pemerintahan haruslah mempunyai kartu kuning atau kartu pencari kerja. Membuat kartu kuning harus dilengkapi dengan KTP DKI Jakarta dan kartu keluarga yang beralamatkan di Jakarta. Pihaknya selaku penerbit kartu kuning tidak akan mengeluarkan kartu tersebut kepada pemohon jika persyaratannya tidak terpenuhi.
Karena itu, pendatang baru yang tidak memenuhi persyaratan kerja di sektor formal, cenderung akan pindah ke sektor informal yang tidak membutuhkan keterampilan atau keahlian khusus. Misalnya jadi pesuruh, pembantu rumah tangga, pedagang kaki lima atau membuka usaha sendiri di Jakarta. "Ini pun semakin sulit didapatkan, karena saingannya juga cukup banyak," tegasnya.
Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) ada 29.191 perusahaan dan 2.004.571 pekerja di sektor formal yang beroperasi di ibu kota. Sementara jumlah usaha mikro di DKI Jakarta mencapai 1.020.000 unit usaha. Namun dari jumlah itu hanya 60 persen yang memiliki izin yakni untuk skala menengah 154.000 unit usaha dan 702.000 bagi skala kecil.
Di Jakarta, lokasi sektor formal yang paling favorit dituju para pendatang adalah kawasan pabrik-pabrik seperti Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Marunda, KBN Cilincing dan KBN Tanjung Priok dengan perekrutan sistem kontrak. Total perusahaan di ketiga KBN ini mencapai 120 perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, 35 di bidang logistik, dan 155 di sektor lainnya. Total jumlah karyawan di tiga KBN itu mencapai 79.000 tenaga kerja.
source of www.beritajakarta.com
Sayangnya, banyak kaum urban yang datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan tidak dilengkapi dengan keterampilan kerja atau keahlian khusus dan pengalaman kerja yang cukup lama serta tingkat pendidikan yang baik. Pada umumnya, mereka datang dengan keterampilan yang terbatas, tanpa pengalaman kerja dan tingkat pendidikan yang rendah. Boleh dibilang, dengan modal nekat dan untung-untungan mereka datang ke ibu kota.
Akibatnya, kaum urban yang seperti itu menjadi terpinggirkan, berakhir di jalanan. Menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), seperti pengamen, gelandangan, pengemis, pedagang asongan, pekerja seks komersial, pak ogah dan preman. Bahkan ada juga yang menderita gangguan jiwa karena stres tidak berhasil mengubah nasib di ibu kota.
Fenomena seperti inilah yang akhirnya menambah masalah kependudukan dan sosial di Jakarta yang semakin komplek. Beban Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun semakin berat dalam menyelesaikan masalah tersebut, disamping harus menyelesaikan masalah kemacetan, pembenahan transportasi, dan banjir yang terus mendera kota Jakarta.
Jika kedatangan kaum urban ke Jakarta tidak bisa ditekan, maka kemiskinan semakin mencoreng wajah ibu kota. Karena itu, Pemprov DKI Jakarta mencari berbagai upaya untuk menekan jumlah pendatang baru yang datang ke Jakarta. Salah satunya, melakukan kerja sama Urbanisasi Mitra Praja dalam BKSP Jabodetabekpunjur yang telah dikembangkan dengan meluncurkan program PAKET atau Pelayanan Administrasi Kependudukan Terpadu. Di mana setiap daerah secara terkoordinasi melakukan operasi penertiban KTP Ganda di daerah Jabodetabekpunjur. Kerja sama ini dinilai cukup berhasil menekan arus urbanisasi di kawasan Jabodetabekpunjur.
Selain itu, setiap tahunnya Pemprov DKI Jakarta menggelar operasi yustisi kependudukan (OYK). Tujuan OYK ini bukan untuk mengusir warga yang bukan warga Jakarta, melainkan untuk mengingatkan mereka supaya melengkapi kelengkapan persyaratan administrasi kependudukan seperti memiliki KTP DKI Jakarta dan kartu identitas lainnya. Juga mengingatkan warga non Jakarta yang tidak mempunyai keahlian khusus, modal cukup, dan pendidikan tinggi, agar segera pulang ke daerah asalnya.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta, Franky Mangatas Pandjaitan mengatakan, untuk mengantisipasi agar urbanisasi tidak menjadi bom waktu, Pemprov DKI Jakarta terus menggencarkan OYK setiap tahun. Kegiatan ini dilandasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Kegiatan OYK ini, dalam setahun rata-rata digelar sebanyak lima hingga enam kali. Untuk tahun ini, OYK dilaksanakan sebanyak lima putaran. Dalam semester I tahun 2010, telah dilaksanakan OYK sebanyak dua putaran yaitu sebelum dan selama bulan Ramadhan. “Putaran ketiga direncanakan akan dilakukan pada 30 September mendatang. Sedangkan putaran keempat akan dilaksanakan pada bulan Oktober dan putaran terakhir akan dilaksanakan pada November,” ujar Franky kepada beritajakarta.com, Kamis (16/9).
Untuk kegiatan OYK, ungkapnya, telah dialokasikan anggaran dalam APBD DKI 2010 sebesar Rp 100 juta per satu kali putaran. Sehingga untuk lima kali pelaksanaan OYK, dana yang dialokasikan sebanyak Rp 500 juta.
Menurutnya, anggaran ini masih cukup kecil dibandingkan anggaran yang dialokasikan untuk program pengentasan kemiskinan seperti Program Ekonomi Masyarakat Kelurahan (PEMK) yang dianggarkan sebesar Rp 271,5 miliar, pemberdayaan panti-panti sosial dan program lainnya yang membutuhkan dana hingga ratusan miliar.
Gencarnya pelaksanaan OYK setiap tahunnya, dijelaskan Franky, terbukti telah mampu menurunkan jumlah pendatang baru di Jakarta. Berdasarkan data Dinas Dukcapil DKI Jakarta, jumlah pendatang baru pada tahun 2007 mencapai 109.617 orang, menurun 11,9 persen atau sebanyak 14.810 orang. Kemudian pada tahun 2008, jumlah pendatang baru mencapai 88.473 orang, menurun 19,29 persen atau sebanyak 21.144 orang. Dan pada tahun 2009, jumlah pendatang baru mencapai 69.554 orang, menurun 21,38 persen atau sebanyak 18.919 orang. Tahun ini, ditargetkan pula pendatang baru akan menurun yakni sebesar 60 ribu orang.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta, Deded Sukendar, menegaskan, pendatang baru yang datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan tanpa memiliki keterampilan yang mumpuni diprediksi mempunyai peluang tipis untuk mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Selain keterampilan, untuk mendapatkan pekerjaan di Jakarta haruslah mempunyai KTP Jakarta, ijasah minimal sarjana, sertifikat keahlian dan batas usia kerja produktif (25-60). “Selain itu, mereka juga harus punya biaya hidup. Dan orang harus siap dengan. modal tinggi untuk hidup di sini,” kata Deded.
Menurutnya ada dua sektor kerja di Jakarta yaitu sektor kerja formal dan informal. Pada umumnya kaum urban datang ke kota besar untuk mencari pekerjaan di sektor formal yaitu di kantor pemerintahan dan perusahaan swasta lainnya. Untuk melamar kerja sebagai pegawai di kantor pemerintahan haruslah mempunyai kartu kuning atau kartu pencari kerja. Membuat kartu kuning harus dilengkapi dengan KTP DKI Jakarta dan kartu keluarga yang beralamatkan di Jakarta. Pihaknya selaku penerbit kartu kuning tidak akan mengeluarkan kartu tersebut kepada pemohon jika persyaratannya tidak terpenuhi.
Karena itu, pendatang baru yang tidak memenuhi persyaratan kerja di sektor formal, cenderung akan pindah ke sektor informal yang tidak membutuhkan keterampilan atau keahlian khusus. Misalnya jadi pesuruh, pembantu rumah tangga, pedagang kaki lima atau membuka usaha sendiri di Jakarta. "Ini pun semakin sulit didapatkan, karena saingannya juga cukup banyak," tegasnya.
Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) ada 29.191 perusahaan dan 2.004.571 pekerja di sektor formal yang beroperasi di ibu kota. Sementara jumlah usaha mikro di DKI Jakarta mencapai 1.020.000 unit usaha. Namun dari jumlah itu hanya 60 persen yang memiliki izin yakni untuk skala menengah 154.000 unit usaha dan 702.000 bagi skala kecil.
Di Jakarta, lokasi sektor formal yang paling favorit dituju para pendatang adalah kawasan pabrik-pabrik seperti Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Marunda, KBN Cilincing dan KBN Tanjung Priok dengan perekrutan sistem kontrak. Total perusahaan di ketiga KBN ini mencapai 120 perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, 35 di bidang logistik, dan 155 di sektor lainnya. Total jumlah karyawan di tiga KBN itu mencapai 79.000 tenaga kerja.
source of www.beritajakarta.com
0 komentar:
Posting Komentar